Copacabana Fan Fest masih berada dalam pembangunan di pantai. Tempat itu akan menyambut para fans enam hari lagi. Namun sekarang, ia masih berupa bangunan setengah jadi.
Di satu sisi, para pekerja bergantungan secara sembarangan di rangka bangunan yang akan ditempati oleh layar raksasa - untuk menyiarkan Piala Dunia tentunya; di sisi lain, beberapa pekerja sedang mengebor, menggergaji, dan menyolder sembari diburu waktu guna memastikan semuanya berada di tempat untuk memanjakan para turis dan orang lokal yang akan menyaksikan laga di zona para fan.
Di Maracana, pagar yang luar biasa tinggi telah didirikan. Pekerjaan masih dilakukan di dalam, mempersiapkan zona media, area penukaran tiket, dan menjaga jalur pejalan kaki. Di samping beberapa seni jalanan, seperti seorang lelaki yang men-juggling empat bola bersamaan di tengah keramaian, perasaan umum yang timbul adalah kekecewaan.
Sama halnya dengan elemen lain di Piala Dunia Brasil, ia (pembangunan Fan Fest) sedang diburu waktu untuk memastikan segalanya siap sedia ketika peluit dibunyikan. Beberapa stadium, seperti Cuaiba & Porto Alegre, masih belum sempurna, dan Fifa sepertinya sedang bersiap-siap untuk menguji dan memastikan tempat-tempat yang ada siap digunakan.
Media pun tengah melakukan tindak antisipasi terbaik mereka. Saluran televisi menyajikan sepakbola dan sepakbola setiap menitnya. Neymar di’nabi’kan. Brasil pun rasa-rasanya sudah siap berlaga melawan Kroasia pada 12 Juni. Tapi kota Rio de Janeiro - seperti basecamp fan - tampak tidak siap, setidaknya belum.
Para pedagang sudah mulai untuk menjual cendera mata Piala Dunia kepada para turis, sementara para pekerja di patung Yesus Sang Penebus mengenakan kaos Brasil. Area sekitar pantai-pantai mahsyur Rio juga memiliki penawaran khusus untuk memikat turis merapat ke restoran dan toko-toko.
SUDUT PANDANG LOKAL
MATHEUS HARB, GOAL BRASIL
Dari satu sudut pandang, ada kecurigaan bahwa Brasil menghabiskan terlalu banyak untuk hal-hal remeh, dan membiarkan Fifa menangguhkan kedaulatan mereka. Belum lagi ada banyak pembangunan publik yang diprediksi takkan tepat waktu. Hal ini tentu sangat memalukan.
Sementara itu, kami (warga Brasil) juga telah memasuki tahun pemilihan Presiden dan Kongres, euforia (Piala Dunia) ini pun bercampur aduk dengan hasrat untuk membangun masa depan Brasil yang lebih baik - dan pemberontakan terhadap Piala Dunia yang mendukung perubahan tersebut.
Tapi masih banyak orang yang mampu mengesampingkan kedua hal tersebut dan tetap berniat menikmati pagelaran terbesar sepakbola dunia tanpa perlu apatis terhadap keadaan politik, karena beberapa orang suka untuk memilih. Segalanya akan tampak lebih baik saat Piala Dunia dimulai.
Sementara itu, Anda takkan tahu seberapa dekat pagelaran ini. Sebagian besar fan sepakbola masih belum tiba dan mayoritas rakyat Brasil masih menghidupi keseharian mereka. Dan tentu saja, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan; tugas yang wajib dikerjakan.
Masih ada kecurigaan bahwa orang-orang Brasil sendiri masih pro dan kontra soal turnamen ini, seperti protes besar yang terjadi di Piala Konfederasi tahun lalu. Di satu sisi, orang Brasil bangga dengan negara dan budaya mereka, tapi Piala Dunia dianggap – oleh banyak orang – sebagai kemewahan tak penting yang sejatinya bisa dialihkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, baik dalam hal kesehatan maupun pendidikan.
Berangkat dari fenomena ini, sebuah negara idealnya mampu mengayomi obsesi nasionalnya alih-alih memunculkan pertentangan. Daripada selebrasi besar-besaran, awal dari pergerakan untuk menghapus memori Maracanazo dan kekalahan dari Uruguay di kota ini pada 1950, sepertinya hal-hal berbau politik telah meninggalkan rasa lelah. Salah satu pelayan lokal yang saya ajak bicara bahkan berharap Argentina –bukan Brasil – yang memenangkan turnamen ini.
Memang, demonstrasi yang dimulai sejak 12 bulan lalu belum tampak di Rio, tapi para pekerja Sao Paulo yang ikut serta dalam pemogokan Jumat kemarin jadi sasaran gas air mata para polisi lokal. Dampaknya, delegasi Fifa pun tertunda dan bahkan laga persahabatan tim nasional Brasil melawan Serbia Jumat kemarin terkena imbasnya. Masih terdapat banyak niat buruk yang dilayangkan terhadap pagelaran ini. Sikap ikut arus yang ditunjukkan oleh orang-orang Rio pun masih tanda tanya.
Semoga saja hal-hal seperti ini hanya sementara, dan jika Neymar mampu mengangkat Brasil keluar sebagai juara, seperti yang ia lakukan saat Piala Konfederasi, tentu akan ada keterbukaan dari orang Brasil, bahwa yang terjadi, terjadilah. Dalam skenario ini, rasa turut bahagia atas kesuksesan Selecao mungkin meringankan kegalauan orang-orang dan membawa Piala Dunia yang sudah lama dinantikan.
Tapi, perjalanan ke Rio tentu sangat menyakitkan dan – sekarang – tidaklah mudah untuk melupakan pengorbanan yang dilakukan sepanjang jalan.


No comments:
Post a Comment